
Beberapa karakteristik farmasetik mempengaruhi metoda,rute
pemberian, kecepatan dan ketercapaian ketersediaan hayati obat-obat yang
diberikan secara parenteral.
Faktor-faktor itu antara lain kelarutan obat dan volume
injeksi; karakteristik pembawa; pH dan osmolalitas larutan injeksi, bentuk
sediaan injeksi dan komponen formulasi.
Kelarutan Obat dan Volume Injeksi
Pada pemberian secara intravena, obat-obat harus sepenuhnya
dalam keadaan terlarut dalam pembawa (dan lebih disukai pembawa yang digunakan
adalah air). Kelarutan obat dalam pembawa yang digunakan dan dosis yang
diperlukan akan menentukan volume injeksi intravena. Untuk rute injeksi selain
intravena seperti intramuskular, intradermal, subkutan, intraokular,
intraventrikular, intratekal, ada volume maksimum yang dapat diberikan. Untuk
rute intramuskular sediaan injeksi dapat berupa suspensi atau larutan dalam
pembawa non air.
Karakteristik Pembawa
Pembawa air dapat digunakan untuk sediaan injeksi melalui
berbagai rute pemberian, sedangkan injeksi dalam pembawa non air (yang
bercampur atau tidak bercampur dengan air) hanya digunakan terutama untuk rute
injeksi intramuskular. Injeksi dengan rute pemberian intravena dapat
diformulasikan dengan menggunakan pelarut campur (misalnya untuk formula
injeksi mengandung diazepam, digoxin dan fenitoin), dengan catatan kecepatan
pemberian infus harus tetap diperhatikan agar tidak terjadi pengendapan obat di
lokasi pemberian. Emulsi lemak dapat juga diberikan secara intravena (dengan
catatan emulsinya harus berupa emulsi mikro). Pembawa non air yang lebih kental
dari air akan mempengaruhi kecepatan injeksi melalui jarum dan kecepatan
absorpsi di lokasi injeksi.
pH dan Osmolalitas Larutan Injeksi
Idealnya sediaan injeksi adalah isohidri dan isotoni dengan
cairan biologis, sayangnya hal ini seringkali tidak dapat dicapai karena
beberapa sebab, misalnya banyak obat-obat yang tidak stabil pada pH netral (pH
cairan biologis). Karena itu banyak obat diformulasikan dalam bentuk sediaan
injeksi pada pH stabilitasnya yang tidak sama dengan pH cairan biologis.
Sebagai contoh diazoxide (turunan benzotiadiazin non diuretik) diformulasikan
sebagai sediaan injeksi pada pH stabilitasnya yaitu 11,6. Banyak senyawa obat
yang merupakan basa lemah banyak diformulasikan sebagai sediaan injeksi dalam
bentuk garamnya (misalnya tetrasiklin HCl) pada pH stabilitasnya yaitu sekitar
2,0. Atau senyawa obat yang merupakan asam lemah banyak diformulasikan sebagai
sediaan injeksi dalam bentuk garamnya (misalnya Dilantin®) pada pH
stabilitasnya yaitu sekitar 12,0. Sediaan injeksi dengan pH ekstrem (berbeda
jauh dari pH cairan biologis) harus diinjeksikan dengan kecepatan yang
terkontrol untuk menghindari terjadinya nyeri dan iritasi pada pasien serta
terjadinya kerusakan jaringan di sekitar lokasi penyuntikan.
Beberapa formulasi sediaan injeksi merupakan sediaan yang
hiperosmotik atau hipertoni dibandingkan dengan cairan biologis dengan tujuan
untuk mencapai ketersediaan hayati yang diinginkan. Sebagai contoh adalah
golongan anestetik spinal, diaxozide dan golongan diuretik osmotik, dan obat
tetes mata sulfasetamide. Produk nutrisi parenteral mengandung asam amino dan
dekstrosa dengan konsentrasi tinggi sehingga hipertoni. Larutan ini disebut
larutan hiperalimentasi dan harus diberikan melalui vena yang besar seperti
vena subclavian. Darah dari vena ini langsung menuju jantung sehingga larutan
yang hipertoni itu langsung diencerkan dengan volume darah yang besar.
Pada umumnya sediaan yang hipertoni merupakan kontarindikasi
untuk rute pemberian intramuskular dan subkutan. Karena pada lokasi penyuntikan
tersebut, tidak banyak cairan biologis yang tersedia untuk mengencerkan larutan
hipertoni itu sehingga hal ini dapat menimbulkan rasa sakit dan kerusakan
jaringan di sekitar tempat penyuntikan.
Bentuk Sediaan Injeksi
Bentuk sediaan parenteral berupa larutan sejati, suspensi
atau padatan steril untuk direkonstitusi dengan pembawa steril. Bentuk sediaan
suspensi hanya dapat digunakan melalui rute intramuskular dan subkutan. Tidak
boleh ada partikel sedikitpun pada sediaan yang diberikan secara intravena,
atau rute parenteral lain yang obatnya langsung cairan biologis atau jaringan
yang sensitif (misal otak atau mata), sehingga untuk rute-rute tersebut bentuk
sediaannya harus berupa larutan sejati. Padatan steril sebelum digunakan harus
dilarutkan dahulu dalam pembawa steril sebelum digunakan. Formulasi ini seringkali
berhubungan dengan stabilitas bahan aktif obat dalam bventuk terlarut. Karena
itu pelarutan bahan aktif obat dilakukan sesaat sebelum penyuntikan dilakukan.
Komponen Formulasi
Komponen formulasi sediaan parenteral antara lain meliputi
bahan aktif obat, pembawa, pendapar, pengisotoni, antioksidan, surfaktan,
pengikat logam (chelating agents) dan pengawet. Komponen pengawet terutama
digunakan untuk sediaan dosis ganda atau multidose. Pengawet tidak boleh
diberikan pada sediaan injeksi untuk rute melalui cairan cerebrospinal atau
cairan intraokular karena dapat menimbulkan toksisitas. Surfaktan kadang
dimasukkan dalam formulasi untuk meningkatkan kelarutan bahan aktif, tapi harus
diingat surfaktan dapat juga mengubah permeabilitas membran, oleh karena itu
sebaiknya surfaktan digunakan dengan hati-hati pada sediaan yang ditujukan
untuk rute intramuskular dan subkutan.
Untuk sediaan pelepasan lambat atau terkontrol seringkali
ditambahkan eksipien berupa pelarut minyak atau polimer dengan berat molekul yang
tinggi. Sediaan pelepasan lambat ini seringkali ditujukan untuk rute subkutan
atau intramuskular.
Pharmaceutical Dosage Forms: Parenteral Medications, Volume
I, yang diedit oleh Kenneth A. Avis, Leon Lachman dan Herbert A. Lieberman,
Marcel Dekker, Inc., New York, 1984, halaman 14-16.
0 komentar:
Posting Komentar